Menyapih Anak Kedua

Waktu menunjukkan pukul 23.41 dan aku baru saja membuka laptop, mulai menulis. Sungguh aku tidak tahu akan menulis apa. Yang kutahu hanyalah, aku tidak ingin jika hari ini tidak setoran 30 DWC, atau telat setor. Jadi, kutulis sajalah apa yang terlintas.

Well, actually nothing goes on my mind right now. Ah, paling mudah adalah menuliskan keluhan atau uneg-uneg atau yaa semacam itu. So, saat ini hal yang paling sulit adalah menyapih. Ya, menyapih si bungsu, ini berbeda sekali situasi dan kondisinya dibanding lima tahun lalu saat menyapih si sulung.

Karena pengalaman menyapih anak pertama yang terbilang mulus, memang agaknya aku meremehkan hal ini di anak kedua. So, here i am. Anak bungsu sudah berusia 26 bulan tepat di hari ini, dan masih belum disapih. Padahal, sejak beberapa bulan lalu dokter sudah menyarankan untuk disapih agar makannya lebih lahap.

Well, the problem is, trik yang kugunakan saat menyapih anak pertama dulu tidak bisa digunakan lagi sekarang. Lagi-lagi, ya itu, perbedaan situasi, kondisi, dan karakter si anak juga. 

Perbedaan paling utama adalah, dulu anak masih sebiji, jadi bisa fokus. Kalaupun mengajak bepergian hanya membawa satu bocil. Sekarang a whole different story.

Perbedaan kedua adalah, kemampuan bicara anak. Dulu, anak pertama di usia 26 bulan sudah cukup lancar bicara, sudah bisa komunikasi dua arah. Sedangkan adiknya ini belum, jadi agaknya itu cukup berpengaruh.

I think that’s enough word untuk setoran hari ini. Astaga, bahasa gado-gado begini jadi macam anak Jaksel bener. Emang iya, sih. Wkwk.


#30DWC

#30DWCJilid46

#Day13

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Pengalaman Kuret Setelah Melahirkan

Resensi Teruslah Bodoh Jangan Pintar (Tere Liye)