Kelas Daring Tidak Seindah Itu, Kawan

Ketika pandemi Covid-19 merebak, kelas-kelas daring tumbuh subur di mana-mana. Mulai dari kelas-kelas pendidikan formal sampai non-formal, semua mengadakan versi daring.

Kelas daring ini sungguh menjadi terobosan yang menyegarkan di tengah kehausan akan komunikasi sosial. Sekaligus mengalihkan pikiran dari kengerian tentang Covid-19 itu sendiri.

Saya pun tak ketinggalan mengikuti beberapa kelas daring bertema penulisan. Namun, sungguh, kelas daring alias online tidaklah seindah yang digembar-gemborkan.

Dari sisi positifnya, jelas, kelas daring dapat menjangkau banyak massa. Batas-batas geografis bisa ditembusnya, biaya pun tidak jadi masalah dibandingkan kelas luring atau offline.

Peserta juga pasti merasa lebih leluasa karena kelas daring bisa diikuti dari mana saja, tidak harus di rumah saja. Bisa juga disambi dengan pekerjaan lain, ibu-ibu misalnya, bisa menyimak kelas sambil menyusui bayi, atau sembari membereskan rumah.

Namun, sisi-sisi positif ini juga menjadi kekurangan kelas daring. Kurang fokus. Kelas daring memberikan kebebasan kepada peserta ketika menyimak kelas. Peserta yang memang serius akan benar-benar bersikap layaknya kelas offline: duduk rapi di meja, dengan pakaian rapi, dengan buku atau laptop, fokus dan siap mencatat pelajaran. Ini luar biasa. Patut diacungi jempol.

Sebaliknya, banyak yang menghadiri kelas sambil mengerjakan hal lain yang membuat fokusnya berkurang, bahkan tidak fokus sama sekali. Pakaian pun yaa sesukanya, karena merasa tidak dilihat. Toh, kameranya dinonaktifkan.

Dari sisi geografis, bersyukurlah warga WIB, karena seringnya kelas daring berpatokan pada WIB, dimulai pukul tujuh atau delapan, selesai pukul sembilan atau sepuluh. Ini masih ideal. Bagaimana nasib warga WITA bahkan WIT? Terpaksa begadang, dong. Pengorbanan ekstra.

Belum lagi bicara sinyal. Hidup matinya kelas daring sangat bergantung pada sinyal internet. Dan kita paham bahwa sinyal internet di Indonesia belum merata, belum stabil. Ketika hujan, ada yang sinyalnya wasalam. Ketika mati lampu juga demikian. Apalagi jika lupa mengisi daya HP atau laptop, ah, sudahlah.

Apapun media penyampaiannya, memang selalu ada plus minusnya. Jadi, jangan lantas tergiur dengan semua yang serba-online seolah semuanya pasti mudah. Tidak seindah itu, Rosalinda! (Ya ampun, berasa tua! Haha.)


#30DWCJILID46

#30DWC

#Day6

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Kalis

Review Novel The Star and I (Ilana Tan)