Resensi Novel: Home Sweet Loan

Home Sweet Loan

Judul: Home Sweet Loan

Penulis: Almira Bastari

Tahun Terbit: 2022

Jumlah halaman: 312


Untuk kesekian kalinya, saya teracuni oleh seorang kawan untuk membaca sebuah novel. Sudah lama rasanya saya tidak sesemangat ini untuk membeli, lalu membuka bungkus novel. Padahal akhir-akhir ini semangat baca lagi anjlok. Tapi untuk novel satu ini entahlah, semangat aja, mungkin karena dari baca blurbnya berasa relate banget. Wkwk.

Cerita:

So, what is this novel about? Berjudul Home Sweet Loan, karya ke xxx dari Almira Bastari ini mengangkat tema RUMAH, baik secara fisik maupun maknawi. Bercerita tentang empat orang sahabat yang sedang mencari rumah, dengan alasan berbeda-beda. Kriteria rumah yang dicari pun berbeda-beda, tentu bujetnya juga beda. Jauh.

Tokoh utama bernama Kaluna, seorang wanita karir, lajang, usia 31 tahun, yang dengan tabungan hasil kerjanya masih sulit mencari rumah di Jakarta. Setelah survey ke beberapa rumah/apartemen, ada yang sesuai bujet, tapi ga sesuai keinginan, atau sebaliknya. Padahal Kaluna tidak sabar ingin pindah ke rumah sendiri karena penat tinggal di rumah orang tuanya.

Bukan apa, di rumah orang tuanya penuh sesak dengan keluarga dua kakaknya yang sudah menikah dan punya anak. Kebayang, sih, penatnya kayak gimana, plus segala konflik keluarga di dalamnya. Belum lagi, Kaluna sendiri sudah ditanya terus sama ortunya, “kapan nikah?”. 

Yang saya suka:

Ada beberapa hal yang membuat saya bisa segera selesai membaca novel ini, tetapi yang paling utama adalah karena konflik yang diangkat sangat dekat dengan kenyataan. Kenyataannya, di usia saya 31 tahun ini, saya memang heboh mencari rumah. Dengan adanya novel yang mengangkat realita ini, saya rasa banyak orang seumuran yang memiliki masalah yang sama: mencari rumah.

Beberapa celotehan Kaluna ketika survey-survey rumah juga pernah tebersit dalam pikiran saya. Misalnya, “orang-orang yang bisa beli rumah di sini kerjanya apaan yak?”, ketika melihat rumah mewah super mahal.

Novel ini juga menambah wawasan kita tentang serba-serbi pencarian rumah/apartemen. Ternyata apartemen tuh begitu, daerah sana tuh begini, dst. Apalagi latar tempat yang dipakai di Jakarta Selatan dan sekitarnya yang familiar dengan saya.

Karena itu saya jadi penasaran bagaimana nasib Kaluna. Apakah berhasil menemukan rumah yang sesuai bujet? Kalau iya, mungkin saya bisa dapat bocoran daerah mana. Hahaha. 

Konflik Kaluna dengan kakak-kakak dan iparnya juga sangat real. Walaupun tidak pernah benar-benar berada di kondisi seperti itu, tapi narasi dan dialog dalam novel ini membuat kita bisa membayangkan betapa dongkolnya Kaluna tiap pulang ke rumah. 

Secara latar waktu, novel ini dikisahkan kekinian banget, mengambil latar pandemi. Jadi terasa lebih segar, dan makin relate ya kan dengan keadaan sekarang. 

Yang kurang sreg:

Selain hal-hal di atas, ada juga yang saya kurang sreg dari novel ini. Seperti banyaknya informasi tentang perumahan, ada bagian yang terasa too much gitu. Tapi yaa gimana, kan emang temanya itu yak. Wkwk…

Kemudian, latar pandemi yang lama-lama memudar. Di awal disebut bahwa Kaluna tipe yang ketat terhadap prokes, tapi makin lama kayaknya biasa aja. Memang, itu tidak memengaruhi jalan cerita sih.

Dan satu lagi, si tokoh utama justru agak kurang menonjol karakternya dibanding teman-temannya. Maksudnya, teman-temannya seperti punya ciri khas sendiri, yang centil, pinter, yang bijak, dst. Hal itu membuat Kaluna jadi tampak biasa saja.

Kesimpulannya:

Novel ini recommended buat yang generasi seumuran saya yang bisa relate. Menghibur, menambah wawasan, menambah sudut pandang terhadap masalah-masalah di sekitar. Tidak ada, atau minim, romance di sini, cocok bagi yang sedang tidak ingin drama percintaan. Karena drama pencarian rumah aja udah bikin mumet. Wkwk. .





Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Kalis

Resensi Buku Perempuan yang Menunggu di Lorong Menuju Laut