Review Komik Dewasa "Menepilah Ketika Lelah" Karya Abun Nada
Sudah lama sekali sejak terakhir saya membaca komik. Dan akhirnya di bulan Maret 2021 ini, saya kelar membaca sebuah komik. Kali ini komiknya berbeda, komik religi karya Abun Nada. Saya yakin banyak yang sudah “kenal” dengan nama Abun Nada (@abun_nada).
Banyak sekali hikmah yang bisa diambil dari karya-karya beliau. Termasuk dalam komik bertajuk Menepilah Ketika Lelah. Saya membeli komik ini sepaket dengan komik berjudul Topi Merah yang Sombong. Topi Merah yang Sombong adalah komik untuk anak-anak. Cerita yang sederhana tapi penuh pesan moral.
Nah, kalau Menepilah Ketika Lelah ini bukan komik anak-anak, melainkan komik dewasa. Iya, dewasa. Komik ini layaknya reminder, pengingat, tentang hal-hal penting yang sering terlupakan. Terlebih di zaman sekarang, ketika kita--saya khususnya--lebih disibukkan dengan media sosial dan impian-impian dunia, agar mengingat aturan-aturan Allah, dan petunjuk-Nya.
Komik dibuka dengan tema berbakti pada orang tua, lalu tentang muamalah terhadap sesama. Kemudian bergeser pada bahasan seputar pengasuhan alias parenting. Nah, bagian ini sangat menyentuh dan menegur diri saya. Di pembahasan tentang pengasuhan ini, penulis (Abun Nada), berbagi pengalaman ketika beliau menjadi kepala sekolah di sebuah pesantren.
Beliau yang juga seorang lulusan Psikologi pun mengaplikasikan ilmu yang beliau pelajari untuk mendidik para santri. Misalnya, salah satu fokus beliau saat mendidik santri-santri yang baru masuk adalah memperbaiki bahasa sehari-hari sebagai bagian dari adab.
Para santri yang terbiasa dengan bahasa yang terasa kurang sopan, diajari untuk mengubah kebiasaan itu pelan-pelan. Metodenya pun menarik, tak sekadar menerangkan, tapi juga menggunakan metode bermain, dan saling mengingatkan sesama santri. Kenapa bahasa yang menjadi fokus? Karena bahasa bisa memengaruhi pribadi seseorang.
Kemudian dikisahkan juga bagaimana para ustadz di pesantren menangani santri yang “bandel”, dengan cara yang penuh hikmah. Salah satunya juga dengan memperhatikan bahasa atau pilihan kata yang digunakan saat menegur anak. Ini menjadi pengingat sendiri bagi saya yang masih sering melakukan kesalahan saat menegur anak.
Walaupun niat kita baik ketika menegur anak, tapi diksi yang salah, pilihan kata atau intonasi yang salah, dapat memberi kesan yang jauh berbeda bagi anak.
Ada juga kisah tentang bagaimana beliau memberi apresiasi pada santri. Menilai santri tidak hanya dari satu aspek, tapi dari berbagai aspek. Benar-benar memperhatikan santri sehingga ketika seorang santri mungkin tak unggul dalam hal akademik, bisa jadi santri tersebut unggul dalam akhlak. Maka ia juga berhak mendapat apresiasi dan berprestasi.
Saya senang sekali dengan bahasan parenting di komik ini--walaupun porsinya hanya sekitar sepertiga. Karena biasanya buku parenting hadir dalam bentuk tulisan, kali ini dengan gambar. Membacanya jadi terasa lebih santai, tetapi tetap bermakna.
Tentu saja, membaca itu mudah, tapi melakukan, mengaplikasikan, berbeda urusan. Semoga Allah mudahkan saya dan kita semua untuk selalu belajar, menjadi orang tua dan pribadi yang lebih baik. Amin.
Jadi tidak sabar menanti komik selanjutnya dari Abun Nada.
11 Sya’ban 1442 H (H-20 Ramadan)
Comments
Post a Comment