Resensi Novel Midnight Prince
Tebal: 276 halaman
Penerbit: Elex Media
Tahun terbit: April 2018
Ah, how should I say it? Ok, I hope this three words would be enough: I love it.
Ini adalah novel kedua Titi Sanaria yang saya baca, dan sama sekali tidak mengira akan seperti ini jalan ceritanya. *Spoiler ahead*
Midnight Prince bercerita tentang Dokter Mika, dokter muda yang bekerja di sebuah rumah sakit. Mika kemudian bertemu dengan Rajata dan saling jatuh cinta. Rajata adalah anak pemilik rumah sakit tersebut.
Walaupun sebenarnya cinta, Mika menolak ketika Rajata terus mendekatinya. Bukan semata karena Rajata anak pemilik RS dan Mika merasa rendah diri, tetapi karena masa lalu yang menjeratnya.
Pasalnya, adik Rajata yang bernama Robby dulunya adalah pacar adiknya Mika yang bernama Dhesa. Nah, sampai suatu hari Dhesa ternyata hamil, namun ibunya Robby--yang berarti juga ibunya Rajata--malah menyuruh Dhesa menjauhi anaknya, dan memberi Dhesa uang. Ia juga meminta dilakukan tes DNA kelak jika bayi itu lahir, dan akan mengambilnya jika benar itu cucunya.
Dhesa tidak terima dan kabur, pergi ke tempat tinggal kakaknya yang saat itu sedang PTT. Sayangnya Dhesa mengalami post partum depresion (atau apa gt) parah, kemudian bunuh diri sambil membawa bayinya. Keduanya tewas di depan mata Mika.
Dengan sejarah tersebut, Mika merasa tidak mungkin mencintai Rajata.
Tapi Rajata tidak tahu apa-apa tentang itu dan terus mengejar Mika. Dia bingung kenapa Mika terus menolaknya, dan tidak percaya dengan alasan yang diungkapkan gadis itu.
Huff… Entah karena efek hormon, atau bagaimana, tapi saya merasa konflik ini tuh berat dan menyentuh banget. Bagian paling sedih ya ketika Mika akhirnya bilang ke ibunya Rajata kalo dia adalah kakaknya Dhesa. Robby juga akhirnya tahu, dan ternyata si Robby ini beneran mencintai Dhesa, and still do.
Tentu saja setelah puncaknya itu, Rajata juga jadi tahu. Barulah ia mengerti alasan di balik sikap Mika selama ini. Dan dengan lembutnya dia berusaha memahami Mika.
Saya pribadi kalo di posisi Mika kayaknya ga mungkin lah nerima Rajata walau bagaimana pun. Karena ibu dan adiknya itu pasti mengingatkan dengan trauma yang mendalam. Itulah yang membuat konflik dalam novel ini terasa sangat dalam, karena memang begitu. Belum lagi konflik antara Mika dan ibunya yang juga depresi.
Novel ini jadi begitu berkesan bagi saya, mungkin juga karena sebelum ini saya baca Dirt on My Boots, yang aura ceritanya beda banget. Jadi semacam shock, tapi shock yang menyenangkan.
Tapi saya sendiri bener-bener suka dengan gaya penulisan Titi Sanaria, karena tidak kebanyakan deskripsi tentang sekitar atau baju, atau apa lah. Fokus pada perasaan tokoh, dan mengeksplorasinya dengan cara yang unik juga lucu.
Walaupun dark, di Midnight Prince ini juga ada beberapa bagian lucu. Misal ketika Mika membandingkan fisiknya dengan sahabatnya, Kinan, berikut ini:
“Kulitnya (Kinan) putih bersih dan sehalus porselen dari zaman Dinasti Ming. Tubuhnya ideal, hidung mancung, bibir yang penuh, dan tentu saja mata besar yang bersinar jail. Dia makhluk paling supel yang pernah kukenal.
Secara fisik, aku sangat bertolak belakang dengan Kinan. Kulitku jauh lebih gelap. Seperti tembikar zaman Dinasti Ming yang lupa diangkat ketika dibakar dan baru ditemukan beberapa hari kemudian.”
Saya suka banget dengan persahabatan antara Mika dan Kinan, mengingatkan saya dengan sahabat saya sejak TK yang juga supeeerrr baiik. Kinan bene-bener representasi sahabat yang super tapi juga natural.
Selain itu saya suka dengan akhir cerita yang tidak menyisakan tanda tanya bagi pembaca. Semua konflik terjawab dan saya puas.
Tapi, ada satu hal yang bikin gemes. Si Rajata itu lho kok ya perfect banget! Hahahaha. Abis baca ini, saya langsung protes ke suami dan bilang, “Masa’ cowonya cakep, pinter, kaya, dan baiik banget. Ga mungkin kan ada cowo kayak gitu? GA MUNGKIN KAN???” Huahahaha.
Sekian tentang novel ini dan terima kasih telah membaca. Wkwk.
Comments
Post a Comment