Tentang Kamu, Aku, dan Hujan
(Sumber gambar: Pixabay) |
Ini bukan kisah sedih, bukan juga kisah romantis. Sebut saja ini sebuah kisah inspiratif, ya, semoga kisah ini bisa memberikan inspirasi. Atau, paling tidak, menghibur. Ini hanyalah satu dari jutaan kisah yang dihadirkan oleh hujan.
Kisah ini terjadi ketika aku berusia sebelas tahun. Sore itu aku sedang berdua di rumah bersama adikku yang masih berusia sekitar satu tahun. Orang tuaku belum pulang kerja, kakakku masih di sekolah. Kebetulan ada temanku, sebut saja Elok, sedang main di rumahku. Dia memang sahabat karibku sejak TK.
Saat sedang asik main—entah main apa aku lupa, pokoknya asik—tiba-tiba hujan mendera. Ya, mendera atap rumahku yang sudah bolong-bolong itu. Hujan begitu lebat. Bocor di mana-mana. Aku dan Elok mulai panik karena air mulai menggenangi lantai. Ember yang sudah disiapkan tak mampu menampung lebatnya bocoran.
Akhirnya Elok berinisiatif mengajakku dan adikku untuk mengungsi ke rumahnya. Sebuah inisiatif luar biasa yang dimiliki anak SD. Hehe. Kebetulan rumahnya tak jauh dari rumahku, hanya tiga lemparan batu lah kira-kira. Aku pun menurut.
Di rumah Elok, aku dan adikku menumpang main ... dan makan. Yaa layaknya pengungsi lah ya. Ibunya Elok, yang seorang ibu rumah tangga, menyuapi aku dan adikku, juga Elok tentunya. Ah, senang sekali aku kala itu. Di luar hujan deras, tapi di dalam rumah ini hangat, menyenangkan, dan mengenyangkan.
Sekitar pukul lima sore, hujan reda. Aku pun langsung pulang, tidak hanya berdua dengan adikku, Elok juga ikut lagi ke rumahku. Tapi, untuk apa, ya? Kan sudah sore, masa’ dia mau main lagi di rumahku? Ternyata tidak demikian pemirsa. Elok memiliki hati yang sungguh mulia. Ia ikut ke rumahku lagi untuk membantuku membersihkan rumah.
Rumahku pascakehujanan digenangi air yang tak sedikit. Padahal di luar tidak banjir, tapi di rumahku justru banjir karena bocor dan rembesan air dari rumah tetangga yang juga kebocoran. Maklum saja, rumahku dan tetangga hanya dibatasi triplek yang bawahnya sudah keropos. Jadi air bocoran di tetangga bisa mengalir dengan cukup leluasa ke rumahku.
Alhamdulillah saat itu perutku sudah kenyang. Aku dudukkan adikku yang anteng di sofa, kemudian aku dan Elok bergerilya mengepel lantai sampai kering. Ini bukan pekerjaan mudah karena—walaupun butut—rumahku itu cukup luas. Kalau mengepel lantai banjir itu sendirian, pasti memakan waktu lama.
Sungguh, aku terharu sekali Elok bersedia membantuku tanpa diminta, tanpa mengharap balas jasa. Ketika rumahku sudah bersih dari genangan air, barulah Elok kembali ke rumahnya.
Ini hanyalah satu dari sekian banyak kebaikan yang Elok berikan padaku sejak kami kecil. Tapi kisah satu inilah yang paling berkesan dan takkan terlupa. Insyaallah. Sekarang kami selalu tertawa tiap kali mengingat kejadian itu. Ya, dia pun rupanya masih ingat jelas.
Semoga Allah membalas kebaikannya dengan pahala yang besar. Amin.
Wah..sabar ya mak vid. Jadi teringatbada cerita kebocoran rumah juga di kala hujan..hmm
ReplyDeleteskrg udah sabar mak..karena udah ga bocor..hyahaha..
Deleterezeki banget mbak vidi punya temen kayak elok.. :)
ReplyDeleteiyaaa... Alhamdulillah..hehe..
DeleteIni kisah nyata mbk?
ReplyDeleteAku ragu antara fakta dam fiksi
Elok yang menginspirasi.
ReplyDeleteMasih sahabatan ampe sekarang mba?
Nanti kenalin sama Elok ya.heheheh. Nama nya seElok budi nya...
ReplyDelete