Drama di Perantauan

Hal paling menyedihkan dari kunjungan orang tua adalah ketika mengantar mereka ke bandara, kembali ke Jakarta. Sedih karena baru seminggu rumah terasa ramai, tiba-tiba sepi lagi. Sedih karena si bocil sudah happy main dengan kakek-neneknya, eh, sekarang harus kembali main hanya dengan emak bapaknya lagi. Ya, hidup di perantauan memiliki kesedihannya sendiri.

Merantau ke Batam sebenarnya sangat menyenangkan. Batam adalah kota yang cukup maju, berbagai fasilitas sudah ada. Teman-teman pun sudah banyak saya kenal. Di sini saya menemukan guru mengaji yang sangat baik. But, as much as I love being here, I would love to go back to Jakarta, too

Saya jadi ingat saat saya kecil, apabila nenek saya datang dari kampung, saya senang sekali. Dan ketika nenek saya pulang kampung, saya menangis menjerit-jerit karena tidak mau ditinggal. Bagaimana perasaan ibu saya saat itu ya? Pasti sedih. Tanpa drama anak yang nangis-nangis ditinggal neneknya saja aku sudah sedih, apalagi kalau anakku begitu.

Tapi mungkin ini saatnya. Kami harus berjuang dulu di perantauan, jauh dari orang tua, tanpa sanak saudara. Akan ada saatnya kami kembali ke Jakarta, dan berkumpul bersama keluarga. Jika saat itu tiba, pasti kami akan merindukan Batam. Merindukan kehidupan di sini, merindukan jalanan bebas macet, merindukan kebebasan. Jadi, masa-masa ini sebaiknya dinikmati sambil menanti saat pertemuan di Jakarta nanti. :)
 
Ke Jakarta aku, ‘kan kembali
Walaupun apa yang, ‘kan terjadi…
 
#30DWC
#30DWCJilid21
#Day18
#ImWritingInLove

Comments

Popular posts from this blog

Resensi Novel "Represi"

Kalis

Review Novel The Star and I (Ilana Tan)